corat-coret
Rabu, 12 November 2008
  Popularitas SBY Naik

TEMPO Interaktif, Jakarta:Peneliti Lembaga Survey Indonesia (LSI) Anies Rasyid Baswedan mengatakan popularitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjelang akhir tahun ini mengalami peningkatan. "Jajak pendapat ini menemukan popularitas SBY meningkat menjadi 67 persen dibandingkan 56 persen pada tahun lalu," katanya dalam acara Refleksi dan Harapan Ekonomi-Politik 2006-2007 dan Evaluasi Publik Nasional di Hotel Sari Pan Pasific Kamis (28/12).

Menurut Anies, popularitas itu muncul karena penilaian publik atas kinerja pemerintahan yang dianggap baik. Dalam penelitian sebelumnya popularitas pemerintahan SBY sempat menurun pada kurun waktu Juli 2005 hingga Maret 2006. "Agak mengagetkan pada bulan Agustus-Oktober 2006 popularitas SBY naik dari 58 persen menjadi 67 persen. Namun setelah itu stabil," katanya. Hal itu disebabkan adanya iklim baru dan stabilitas keamanan, politik dan ekonomi.

Untuk menjaga validitas data, kata Anies, lembaganya juga membandingkan penilaian ini dengan popularitas elit politik lain. "Dibandingkan elit politik lain SBY mendapatkan suara terbanyak 48 persen," katanya. Megawati, kata dia, menjadi pesaing terkuat dengan 17 persen. Sedangkan Kalla, Wiranto, Amien dan Hidayat NUr Wahid yang rata-rata hanya 3 persen.

"Menurut hasil jajak pendapat ini, jika dilakukan pemilu presiden hari ini maka SBY- lah yang akan menjadi pemenang," katanya. Survei menemukan hasilnya SBY memperoleh suara 56 persen sedangkan tokoh lain hanya 34 persen, dengan responden yang menyatakan tidak tahu 10 persen. "Sedangkan Jusuf Kalla popularitasnya masih di bawah Presiden," katanya.

Direktur Eksekutif CIDES Umar Juworo mengatakan popularitas SBY yang meningkat ini tidak mengherankan. Karena, katanya, penilaian publik bukan atas keberhasilan pemerintahannya tetapi berdasarkan sosok atau figur SBY yang dinilai cukup. "Apalagi kondisi Indonesia sudah sangat parah," katanya.

Umar membandingkan dengan kondisi yang sama pada pemerintahan Megawati. Ketika itu popularitas Mega hanya 35 persen atau hanya separuh dari SBY. "Belum ada calon yang mampu menggantikan SBY," katanya.

Direktur Eksekutif Sugeng Sarjati Sindicate Sukardi Rinakit mengatakan Kepuasan rakyat kepada SBY didasari pada sumber daya politik dan sumber daya Sosial yang tinggi. Sumber daya sosial itu, kata dia, gelar doktor, jenderal, haji dan mandiri.

Menurutnya, popularitas SBY naik, karena adanya kelompok dramatis yang menilai secara mudah dan sudah biasa dengan kesusahan. "Kaum ini disebut abangan," katanya.
Eko Ari Wibowo

Kamis, 28 Desember 2006 | 15:18 WIB

Sumber: Lembaga Survey Indonesia (LSI)


 
Minggu, 09 November 2008
  politikita: Caleg PDP Berikrar Tidak Selingkuh
politikita: Caleg PDP Berikrar Tidak Selingkuh




 
  Pasca Eksekusi Amrozi Cs, Australia Dorong Larang Hukuman Mati

Nograhany Widhi K - detikNews

ydney - Terpidana bom Bali I Amrozi Cs yang telah dieksekusi Minggu (9/11/2008) telah membuat Australia lega. Namun, itu tidak membuat Australia menyetujui hukuman mati dan malah mendorong dunia internasional melarang hukuman itu.

"Australia tentu sejak dulu menentang hukuman mati," ujar Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith beberapa jam setelah eksekusi Amrozi Cs kepada stasiun televisi ABC seperti dilansir news.com.au, Minggu (9/11/2008).

"Kita mendorong negara-negara yang melanjutkan hukuman mati untuk tidak melakukannya lagi," imbuh Smith.

Dikatakan Smith, dalam waktu dekat Australia akan menjadi co-sponsor resolusi di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk menunda hukuman mati. Di Australia, ada oposisi bipartisan dalam tingkat negara maupun federal dalam perdebatan hukuman mati ini.

Tapi, imbuh dia, hari ini merupakan hari yang sedih bagi korban bom Bali I dan keluarganya. "Hati kita tertuju pada keluarga (korban)," kata Smith.(nwk/nrl)

Ingin berita yang lain tentang Amrozi

Label:

 
Jumat, 07 November 2008
  "Electoral College", Demokrasi ala AS
Jika ada yang khas dalam pemilu presiden AS, salah satunya yang disebut ”electoral college”. Seperti tertuang dalam Konstitusi AS, presiden AS tidak dipilih secara langsung oleh rakyat, tetapi melalui sekelompok warga negara yang disebut ”electoral college”

Meskipun dilangsungkan di seluruh negeri, pemilu AS bukan pemilu nasional, tetapi lebih serangkaian pemilu di level negara bagian yang memutuskan anggota electoral college. Suara mereka disebut electoral votes, yang dibedakan dari suara pemilih (popular votes).

Secara teknis, bisa dibilang pemilih tidak memilih kandidat presiden, tetapi memilih sekelompok orang yang akan memilih kandidat presiden dan wakil presiden saat mereka bertemu. Biasanya, mereka akan bertemu pada Senin pertama setelah Rabu kedua di bulan Desember. Tahun ini, mereka akan bertemu pada 15 Desember untuk memformalkan pemilu.

Electoral college terdiri atas 538 orang dari 50 negara bagian yang komposisinya sesuai jumlah perwakilan negara bagian di Kongres AS (435 anggota DPR AS/House of Representatives dan 100 anggota Senat). Washington DC, daerah ibu kota, yang tidak memiliki perwakilan di Kongres AS, diberi 3 electoral votes, jumlah minimal yang dimiliki negara bagian terkecil.

Cara pemilihan anggota electoral college bermacam-macam di setiap negara bagian. Biasanya mereka dipilih melalui konvensi partai politik atau pemungutan suara di komite pusat partai.

Untuk bisa menjadi presiden, seorang kandidat harus mendapat minimal 270 electoral votes. Jika tidak ada kandidat yang meraih electoral votes minimal, DPR AS akan menentukan siapa yang menjadi presiden sesuai dengan Amandemen Konstitusi AS ke-12.

Setiap negara bagian, kecuali Maine dan Nebraska, memberikan electoral votes dengan sistem pemenang mengambil semua (winner takes all). Artinya, kandidat yang memenangi suara pemilih (popular votes) di negara bagian akan mengambil seluruh electoral votes yang dimiliki negara bagian itu.

Di Maine dan Nebraska, electoral votes didistribusikan sesuai metode distrik kongres. Pemenang di setiap distrik akan mendapatkan satu electoral votes dan pemenang di seluruh negara bagian akan mendapat tambahan dua electoral votes.

Anggota electoral college bebas memilih kandidat mana pun, tetapi biasanya mereka telah berjanji untuk memilih kandidat tertentu. Mereka disarankan untuk memilih sesuai hasil pemilu di negara bagiannya.

Reformasi?

Sangat mungkin seorang kandidat presiden memenangi electoral votes lebih banyak dan menjadi presiden walaupun kalah suara pemilih secara nasional. Itu terjadi tiga kali dalam sejarah AS, yaitu tahun 1876, 1888, dan 2000.

Hal itulah yang memicu kritik terhadap sistem electoral college yang justru disebut tidak demokratis. Namun, untuk mengubah sistem itu terbilang sulit. David Lublin, dosen ilmu pemerintahan di American University, Washington, seperti dikutip CNN mengatakan, reformasi sistem electoral college untuk memilih presiden AS memerlukan upaya luar biasa dan konsensus.

Salah satu alasan, menurut Lublin, adalah sulitnya melakukan amandemen konstitusi AS. Langkah pertama yang diperlukan adalah pengajuan usulan oleh Kongres AS yang disetujui dua pertiga suara, baik di DPR maupun Senat. Sebanyak tiga perempat negara bagian harus meratifikasinya.

”Banyak Demokrat berpikir kekalahan kandidat mereka pada pemilu presiden tahun 2000 menunjukkan reformasi mendesak dilakukan. Akan tetapi, pendukung Republik melihat upaya mengubah sistem sebagai upaya mendiskreditkan kemenangan kandidat mereka,” kata Lublin.

Sejumlah negara bagian juga akan sulit meratifikasi usulan perubahan sistem electoral college. ”Banyak orang menyukai fakta bahwa sistem electoral college merefleksikan sistem federal di AS. Mereka memandang upaya untuk menghapuskan sistem itu sebagai serangan atas federalisme dan kekuatan negara bagian,” ujar Lublin.

Pertarungan ketat dengan hasil yang selisihnya sangat tipis antara George W Bush (Republik) dan Al Gore (Demokrat) pada pemilu tahun 2000 di Florida beserta dampaknya memicu seruan reformasi electoral college. Waktu itu, Bush meraih 271 electoral votes dari 30 negara bagian, sedangkan Gore memperoleh 266 electoral votes dari 20 negara bagian plus Washington DC. Namun, Bush memperoleh 50.456.002 suara popular (47,9 persen) dan Gore mendapat 50.999.897 suara popular (48,4 persen).

Ironisnya, menurut Lublin, belum ada mekanisme untuk memecahkan kasus semacam itu. ”Pemilu tahun 2000 menunjukkan pentingnya detail legal dan perlunya kesiapan saat pemilihan berakhir dengan selisih sangat tipis. Pemilu nasional, yang berdasarkan suara rakyat, barangkali sudah di depan mata. Namun, diperlukan rencana matang di level federal dan konsensus yang lebih dari yang ada sekarang untuk membuatnya berhasil,” tutur Lublin.

(Fransisca Romana Ninik)

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/03/03355827/



 
  4 November Bukanlah Pemilihan Presiden, Namun Pemilihan Electoral College
Washington (SIB)

Pemilihan presiden AS 4 November mendatang memiliki sesuatu keunikan. Tidak seperti pemilihan presiden di Indonesia yang ditentukan oleh jumlah suara terbanyak, pemilihan presiden di negara Paman Sam ditentukan oleh suara elektoral terbanyak yang diraih kandidat.

Dalam pemilu tahun 2000 lalu, calon presiden Demokrat, Al Gore kalah dari George W. Bush walaupun sebenarnya Al Goer meraih total suara lebih banyak. Hal ini disebabkan pemilihan umum di Amerika didasarkan pada electoral college dan setiap negara bagian memiliki sejumlah electoral college yang setara dengan jumlah delegasi mereka di Kongres.

Jadi, misalnya, negara bagian Ohio punya 20 suara electoral college karena memiliki 18 anggota kongres, dan 2 senator. Dan kandidat presiden yang meraih suara terbanyak di negara bagian akan meraih seluruh electoral college. Namun aturan itu tidak berlaku di dua negara bagian, yaitu Maine dan Nebraska.

Hal itu telah ditetapkan di Konsitusi AS. Konstitusi yang dibuat 220 tahun silam tidak memberikan hak dasar bagi rakyat Amerika untuk memilih langsung presiden. Dalam penentuan pemenang, maka kandidat yang menjadi Presiden adalah yang meraih suara di satuan daerah pemilihan atau electoral college, terbanyak.

Di Amerika Serikat, electoral college seluruhnya berjumlah 538, dan pemenang sedikitnya harus meraih 271 electoral college. Jumlah itu berasal dari 435 anggota DPR, 100 senator dan tiga elektor untuk Washington DC.

Sistem electoral college ini mengundang pro dan kontra, seperti dijelaskan pakar sejarah kepresidenan Amerika Serikat Alan Lichtman. “Argumentasi yang mendukung adalah, anda tidak bisa mengabaikan sebuah negara bagian karena mereka setidaknya memiliki tiga suara electoral college,” kata Lichtman.

Jadi calon presiden harus memperhitungkan semua negara bagian atau harus berkampanye secara nasional. “Namun sistem ini dianggap mengacaukan kampanye, karena kandidat hanya akan memusatkan diri pada kampanye di negara-negara bagian yang memiliki electoral college tinggi namun belum jelas pemilihnya mendukung siapa,” tambah Lichtman.

Kerumitan juga terjadi dalam hal pemungutan suara karena pemungutan suara diselenggarakan oleh negara bagian masing-masing. Dengan demikian cara pemungutan suara bisa sangat beragam, tergantung dari kebijakan negara masing-masing.

Jadi, akan ada warga yang melakukan pemungutan suara dengan menggunakan kartu, menarik gagang pada mesin khusus, atau menggunakan layar monitor khusus, scanner optik, maupun surat suara biasa.

Selain itu masih ada lagi pemungutan suara lewat pos, yang menjadi masalah dalam pemilihan tahun 2000 di Florida. Saat itu terjadi kekisruhan atas apa yang seharusnya dilakukan terhadap surat suara lewat surat yang terlambat datang.

Obama dan Biden Raih 52 Persen, McCain dan Palin 39 Persen
Dalam perkembangan lainnya, menjelang pemilihan presiden AS yang semakin dekat menunjukkan capres Demokrat Barack Obama unggul jauh dari rivalnya capres Republik John McCain. Dari hasil polling akhir CBS-NY Times seperti dilansir Associated Press, Jumat (31/10), menunjukkan capres Obama dan cawapres Joe Biden meraih 52 persen.

Sedangkan capres McCain dan cawapres Sarah Palin meraih 39 persen. Poling juga mengindikasikan naiknya kekhawatiran publik terhadap palin. Jumlah warga yang menyatakan Palin belum siap menjadi capres naik dari 50 persen pada bulan lalu jadi 59 persen.
Sementara itu, prospek Obama mengalahkan McCain dan menjadi presiden AS ke-44 mungkin terjadi lebih cepat sesaat setelah voting pertama di negara-neghara bagian AS yang berada di wilayah timur ditutup.

Jika Obama memenangkan satu dari empat negara bagian pertarungan penting - Ohio, Florida, Virginia atau North Carolina, akan membuat McCain hampir sulit memenangkan pertarungan. Obama diperkirakan akan memenangkan semua negara bagian yang pernah dimenangkan John Kerry pada pemilihan presiden 2004.

Bahkan senator Illinois itu difavoritkan menang di dua negara bagian yang dimenangkan Bush empat tahun silam yakni Iowa dan New Mexico. Jika berhasil, Obama meraih 264 elektoral sehingga Obama tinggal memerlukan enam suara elektoral.

Sedangkan bagi McCain, kemenangan di keempat negara bagian di mana Ohio memiliki 20 suara elektoral, Virginia (13), North Carolina (15) dan Florida (17), senator Arizona itu masih memerlukan suara tambahan lebih besar. Dari hasil polling AP menunjukkan Obama mengungguli McCain 48-41 di Ohio, 49-42 suara elektoral di Virginia. Sedangkan di Florida dan North Carolina, Obama unggul 2 poin. (AP/BBC/WH/g)

Sumber: http://hariansib.com/2008/11/01/4-november-bukanlah-pemilihan-presiden-namun-pemilihan-electoral-college/

 
  Kemenangan Obama Akhiri Tradisi White Anglo-Saxon Protestant
Catat Rekor Suara, Guncang Huruf W

Melalui pemilu, Selasa (4/11/08), rakyat Amerika memberikan mandat kepada Barack Obama untuk jadi presiden periode 2009-2013. Dengan terpilihnya Obama, rakyat Amerika mengakhiri hukum besi atau tradisi lama di sana bahwa hanya warga yang berciri khas WASP (White Anglo-Saxon Protestant) yang menjadi presiden.

Memang pernah ada perkecualian, yaitu saat John F. Kennedy yang beragama Katolik menang Pemilu 1960. Tapi, kemenangan Obama lebih dahsyat karena dua hal. Pertama, karena kemenangan Obama mengguncang kategori atau huruf pertama (W), sementara Kennedy mengguncang kategori atau huruf terakhir (P) dari WASP itu.

Kedua, suara Obama amat meyakinkan dan rekor baru. Angka sementara saja sudah 349 electorate college, jauh melebihi John McCain (147), dan jauh melebihi perolehan George Bush yang tak pernah lebih dari angka 286.

Tiga pelajaran bisa kita ambil dari pilihan rakyat Amerika atas Obama itu. Pertama, rakyat Amerika menyampaikan pesan jelas kepada dunia bahwa harus ada perubahan politik luar negeri.

Kedua, rakyat Amerika bergerak maju, dengan tidak lagi menerima rezim pemikiran WASP sebagai nilai tertinggi di Amerika, tetapi menjelmakan ide persamaan dan antidiskriminasi.

Ketiga, gerak maju dan makin dewasa itu dimungkinkan karena rakyat Amerika menganut sistem politik demokrasi. Dengan dan dalam sistem demokrasi, rakyat bisa berdialog dan saling menguji ide dan pemikiran secara terbuka dan beradab untuk menemukan keinginan umum (general will) atau kebaikan publik (public good).

Vox Dei

Rakyat adalah sumber kebijakan. Suara Rakyat Suara Tuhan (Vox Populi Vox Dei). Pilihan rakyat Amerika itu sebenarnya adalah mandat dari rakyat kepada Obama untuk mengubah kebijakan dan politik luar negerinya. Rakyat di sana tidak mau negaranya terus-menerus menduduki Iraq dan menginginkan pasukannya segera keluar dari sana.

Rakyat tidak mau pemerintahnya terus-menerus mengambil sikap unilateral dan mengabaikan diplomasi, tetapi menginginkan kerja sama internasional (multilateral) dan menggunakan soft power lebih banyak daripada hard power.

Rakyat menghendaki pemerintahnya berdialog dan berkomunikasi dengan para pemimpin negara lain, termasuk dengan pemimpin negara-negara yang dianggap sulit dan bermusuhan.

Kemenangan Obama juga menunjukkan bahwa rakyat Amerika menjadi semakin dewasa. Nilai persamaan di segala bidang, termasuk di bidang politik, benar-benar menjadi nilai yang menjadi nyata.

Di mana pun, termasuk di sini, ada nilai-nilai ideal yang diakui. Tetapi, nilai-nilai ideal itu tidak akan berarti apa-apa kalau tidak dilaksanakan dalam kehidupan nyata.

Terpilihnya Obama memberikan bukti kepada masyarakat majemuk bahwa multikulturalisme adalah jawaban terbaik untuk masyarakat yang majemuk dan harus diperjuangkan. Rakyat Amerika mendarahdagingkan mimpi atau nilai ''siapa pun boleh dan bisa menggapai cita-citanya, asal mau dan mampu." Yang menentukan terwujudnya mimpi itu adalah kesiapan dan kemampuan diri, bukan warna kulit, agama, etnis, asal-usul genetika, gender, dan ciri-ciri demografis lainnya. Atau, alasan kulit, etnis, asal-usul, dan gender tidak boleh menentukan secara diskriminatif seorang Amerika untuk mewujudkan mimpinya.

Obama dipilih karena dia dianggap lebih mampu memimpin rakyat dan bangsa Amerika daripada calon-calon yang lain. Ide itu sudah menjadi praktis dan mengidepraksiskan sesuatu itu hanya bisa dilakukan oleh orang atau masyarakat yang dewasa.

Keunggulan Demokrasi

''Jika masih ada orang di luar sana yang meragukan bahwa Amerika adalah tempat di mana semua hal mungkin; yang� masih mempertanyakan kekuatan demokrasi Amerika, malam ini adalah jawaban Anda,'' kata Obama.Rakyat Amerika bisa berproses menjadi semakin dewasa karena sistem politik demokrasi memang memberikan peluang dan menjadi wadah yang tepat untuk proses itu. Dalam proses politik demokrasi, berlangsung uji dan persaingan gagasan serta argumentasi yang terbuka dan sehat. Dalam sistem demokrasi, nilai-nilai yang terbaik diperjuangkan dan diuji bersama-sama melalui adu argumentasi secara terbuka.

Dengan proses rekrutmen pemimpin melalui nominasi partai dan persaingan antarpartai, rakyat bisa menilai secara beradab dan saksama calon-calon presidennya. Walaupun proses itu berlangsung begitu lama, melelahkan, dan mungkin mahal, namun dibandingkan dengan sistem-sistem politik lainnya, sistem politik demokrasi ternyata lebih unggul dalam memelihara sumber kebijakan.

Kita di sini sudah memutuskan untuk menegakkan sistem demokrasi. Dengan demokrasi, maka nilai-nilai kebaikan bagi masyarakat dan bangsa ditawarkan serta diuji secara terbuka dan bermartabat. Bukan dengan cara tertutup dan berdarah-darah. Kita percaya bahwa dengan demokrasi, maka perkembangan masyarakat akan berjalan sehat dan bijaksana. Artinya, dengan demokrasi, akan tercapai kebijaksanaan masyarakat atau kebaikan umum atau kehendak umum.

Tulisan ini dibuat oleh: I Basis Susilo MA , dekan dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, mengajar mata pelajaran Sistem Politik Amerika di Jurusan Hubungan Internasional (HI)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=33990

 
  Obama, Kemenangan Hapus Diskriminasi
Kemenangan Barack Obama dalam pilpres di Amerika Serikat tidak hanya disambut dan disyukuri di negeri adikuasa itu sendiri. Tampaknya, dunia pun ikut bersorak gembira. Barack Obama menorehkan namanya dalam sejarah sebagai presiden kulit berwarna pertama AS.

Namun, saya kira, bukan karena ini benar, dunia menyambut gembira kemenangan Obama.

Saya kira, kegembiraan dunia itu lebih merupakan ekspresi lega. Dunia selama ini demam berat, sulit tidur, akibat pemimpin-negara-paling-kuasa-nya sakit seperti kerasukan hantu hutan.

Seperti diketahui, George W. Bush, yang -entah bagaimana bisa- dua priode menjadi presiden, arogansinya telah melahirkan atau menyuburkan dendam dan kebencian di mana-mana. Sikap ngawurnya telah mengembangbiakkan terorisme dunia.

Tidak usah jauh-jauh. Tanyakanlah kepada para "pejuang agama" atau mujahidin kontemporer di negeri kita ini, mengapa mereka begitu menggebu-gebu meneriakkan "Allahu Akbar!", siap mengasah pedang dan mati syahid. Tanyakan kepada Amrozi cs, mengapa tertarik ikut latihan militer di Afghanistan dan dengan cengengesan melecehkan kematian di negerinya sendiri? Tanyakan kepada mereka yang bersimpati kepada Trio Bom Bali itu. Sebelum hati kecil mereka menjawab, insya Allah akan melintas terlebih dahulu dalam benak mereka wajah "kafir paling kafir": si Bush dan Amerikanya.

Selama ini Amerika Serikat khususnya di bawah kepemimpinan Bush telah membuat pergaulan dunia tidak nyaman. Akibat kengawurannya tidak hanya dirasakan oleh mereka yang �langsung terlalimi seperti di Iraq dan Afghanistan, tapi berdampak global dan menyangkut banyak aspek.

Dari sudut "akidah", misalnya, kebijakan pemerintah Amerika yang tidak bijak selama ini minimal telah memperkukuh "iman" orang-orang muslim lugu akan adanya kekuatan besar yang memusuhi Islam. Amerika dan sekutunya adalah kafir-kafir besar yang sengaja akan menghancurkan Islam; maka harus diperangi. Celakanya lagi, karena keluguan mereka, setiap orang yang tidak ikut mengimani itu atau tidak setuju dengan mereka, dianggap antek Amerika yang harus diperangi juga.

Demikianlah para pemilih di negara besar yang baru tuntas menghapus diskriminasi rasial tahun 1970 itu akhirnya memilih Barack Hussein Obama II untuk menjadi presiden ke-44 AS, menggantikan si Raja Teror George W. Bush. Dunia pun lega. Setidak-tidaknya, mimpi buruk bersama cowboy mendem George W. Bush sudah berakhir.

Tinggallah harapan dunia pada Obama. Apakah Obama benar-benar bisa mewujudkan ''perubahan" yang selama ini ia canangkan. Perubahan yang tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh rakyat Amerika, tetapi juga oleh masyarakat dunia. Setidaknya, kengawuran di masa Bush bisa berubah menjadi akal sehat dan keadilan. Arogansi dan keangkuhan adidaya berubah menjadi ketawadukan dan kearifan. Kecurigaan dan kebencian berubah menjadi kepercayaan dan kasih sayang. Pengaruh buruk berubah menjadi pengaruh baik. Semangat perang berubah menjadi semangat damai. Syukur panas dunia bisa berubah menjadi kesejukan.

Semoga.

Tulisan ini dibuat oleh: K.H. A. Mustofa Bisri , pengasuh pondok pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang

Sumber: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=34158

 
  Magnitude Komunikasi Politik Obama
Rupanya, hampir semua ahli komunikasi dan para politisi di penjuru dunia kagum terhadap komunikasi politik presiden ke-44 terpilih Amerika Barack Obama. Semenjak forum debat yang dihelat di internal kedua kubu, demokrat dan republik, semua mata tertuju kepada negara adikuasa itu. Puncaknya terjadi pada 16 Oktober lalu, ketika berlangsung debat capres ketiga antara Obama dan McCain.

Dalam debat itu, muncul beragam diskursus mengenai moralitas, karakter, kepribadian, komitmen, nilai-nilai yang diperjuangkan, dan kesungguhan masing-masing capres untuk membangun kontrak politik guna menghasilkan AS yang lebih baik secara nyata. Program-program yang mereka tawarkan kepada rakyat AS begitu riil, seperti formula reduksi pajak bagi kelas menengah. Kedua capres berusaha mati-matian untuk memengaruhi sikap pemilih AS yang rasional.

Dibandingkan McCain, Obama mendapatkan simpati lebih tinggi. Banyak kalangan mengakui bahwa Obama pantas disebut sebagai sang komunikator kelas dunia. Melalui aura kecerdasan dan keterampilannya merajut kalimat, penampilan Obama sungguh menawarkan sederet kisah pembelajaran yang amat kaya tentang apa itu komunikasi massa, yang niscaya dimiliki setiap pemimpin.

Drama realis dari panggung politik AS itu patut menjadi refleksi bagi proses rekrutmen pemimpin di negeri ini jelang perhelatan Pilpres 2009.

Seni Komunikasi Obama

Debat memang bukan satu-satunya instrumen mencari seorang pemimpin bangsa berkualitas dan menjamin keberlangsungan tata kelola negara yang baik. Hanya, dengan debat akan diketahui kualitas dan kapabilitas seorang capres dalam memberikan solusi menanggulangi berbagai problem bangsa.

Lebih jauh, keterujian seorang kandidat capres akan tampak dari manajemen emosi, kecakapan menata sikap, mental, dan tutur kata (retorika). Dapat dibayangkan sengitnya perdebatan yang berpotensi melahirkan gesekan emosional antarcapres. Karena itu, perlu dihindari potensi saling hujat antarpribadi (black campaign).

Di situlah kepiawaian komunikasi politik Obama. Dia menunjukkan penguasaan lima macam pola komunikasi massa (5 C).

Pertama, kelengkapan (complete). Dalam debat menegangkan, Obama selalu mampu menyuguhkan gagasan secara lengkap dan koheren; tidak parsial atau sepotong-potong. Eksplorasi gagasannya dalam satu ide terajut secara lengkap.

Kedua, keringkasan dan kepadatan (concise). Sadar efisiensi waktu amat penting, Obama selalu bisa menyampaikan esensi gagasannya dengan ringkas, namun padat. Audiens senang karena dengan demikian mereka mudah mencerna dan tidak bosan mendengar kalimat yang bertele-tele.

Ketiga, memahami kenginan rakyat (consideration). Dalam debat itu, Obama tampil dengan sudah mengetahui apa yang ada di benak rakyat Amerika. Apa yang mereka butuhkan dan apa yang mereka dambakan.

Keempat, memukau (clarity). Obama mampu memilin kata dan merajut kalimat dengan penuh presisi. Dia mampu mengartikulasikan gagasannya dengan jelas dan mengalir. Pilihan diksi bahasa tampak alamiah, ilmiah, dan berkesan penuh tanggung jawab.

Kelima, santun dan persuasif dalam menumbuhkan respek (courtesy). Elemen itu juga diperagakan dengan nyaris sempurna oleh Obama. Dia menawarkan gagasannya dengan santun dan elegan.

Komunikasi Nonverbal

Melihat kondisi psikologi massa di Indonesia, budaya debat terbuka memang belum dapat diandaikan akan terjadi seperti di Amerika. Sebab, menurut antropolog Edward T. Hall (1979), bangsa Indonesia masuk kelompok high context culture dalam berkomunikasi. Dalam budaya ini, konteks atau pesan nonverbal diberi makna yang sangat tinggi. Masyarakat budaya konteks tinggi kurang menghargai ucapan atau bahasa verbal. Tokoh yang jauh-jauh hari mengungkapkan kemauannya menjadi presiden akan dianggap ''aneh''.

Upaya meyakinkan publik dengan mengungkapkan program, atau visi, dan misi pun malah bisa kontraproduktif. Makanya, tidak heran bila nanti digelar debat calon presiden di media massa, kandidat yang piawai berdebat malah belum tentu memperoleh simpati publik. Berbeda dengan masyarakat Amerika dan masyarakat Barat pada umumnya yang memiliki low context culture. Walau pesan nonverbal juga penting, bahasa verbal amat dihargai untuk mengungkap ekspresi dan keinginan mereka.

Kesantunan Politik

Terlepas dari problem komunikasi di atas, debat dapat menjadi semacam ajang pembuktian kualitas intelektual dan kapabilitas calon menggulirkan rencana programnya ke depan. Masyarakat Indonesia memang memiliki high context culture, tetapi juga mempunyai kecenderungan kagum kepada kemampuan tokoh. Kombinasi antara aspek ketokohan dan kemampuan berkomunikasi menjadi sebuah alat signifikan meraih simpati rakyat.

Kemudahan akses informasi dan pengalaman menjalani fakta politik selama ini menjadikan komunikasi rakyat bergeser. Dengan meningkatnya literasi politik, rakyat kini membutuhkan figur yang mampu menguraikan persoalan bangsa ini secara baik dengan tawaran konsep yang jelas.

Belajar dari Obama, selain kemampuan berkomunikasi, dia mempunyai khas karakter santun politik. Setidaknya itu tampak dari penilaian publik Amerika tentang Obama. Bagi sebagian besar rakyat Amerika, Obama mempunyai kepribadian yang hangat, santun, impresif, dan selalu berpenampilan kalem. Dia nyaris tak pernah memperlihatkan sikap agresif, eksplosif, dan menunjukkan mimik muka yang terkesan ''melecehkan'' orang lain. Dia selalu menawarkan aura kehangatan, rasa hormat kepada mitra bicara, serta mampu menampilkan sosok yang tenang dan persuasif. Karakter semacam itu mampu menumbuhkan simpati, tidak terkecuali lawan debatnya, bahkan sebelum ia mengeluarkan sepatah kata pun.

Kini capres dan cawapres mulai bermunculan menjelang Pemilu 2009. Masyarakat seolah terjangkit penyakit ''gila politik'' pada saat mereka menggaggap dirinya pantas menjadi pemimpin negara. Banyak politisi, tapi sedikit yang memenuhi kriteria pemimpin. Kita merindukan pemimpin santun ala Obama. Kita tunggu!

Ini ditulis oleh: Dr Ali Masykur Musa , anggota DPR, ketua umum PP KA Universitas Jember

Sumber: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=34156

 
  Pidato Kemenangan Obama
Hallo, Chicago!

Jika ada seseorang di luar sana yang masih ragu bahwa Amerika adalah sebuah tempat di mana segala sesuatu bisa terjadi, yang masih bertanya-tanya apakah mimpi para pendiri bangsa ini masih bisa menjadi nyata di masa sekarang, yang masih mempertanyakan kekuatan demokrasi, malam ini pertanyaan Anda terjawab.

Jawabannya ada pada antrean panjang di sekolah-sekolah dan gereja-gereja yang jumlahnya tidak terhitung, pada orang-orang yang rela menunggu tiga sampai empat jam, dan sebagian besar dari mereka merupakan pengalaman pertama, karena mereka yakin kali ini harus beda dan bahwa suara mereka bisa mendatangkan perbedaan.

Ini adalah jawaban yang dibicarakan orang tua dan muda, kaya dan miskin, Demokrat dan Republik, hitam, putih, Hispanik, Asia, asli Amerika, gay, normal, cacat, dan tidak cacat. Amerika yang mengirimkan pesan kepada dunia bahwa kita bukan hanya kumpulan individu semata atau kumpulan negara bagian merah dan biru.

Kita adalah, dan akan selalu menjadi, The United States of America!

Ini adalah jawaban yang membuat mereka yang sudah sekian lama oleh banyak orang dikatakan sinis serta penakut dan penuh keragu-raguan dalam mencapai sesuatu bisa menumpangkan tangannya pada sejarah dan membelokkannya ke arah harapan yang lebih cerah, sekali lagi.

Sudah sekian lama, tapi (perjalanan baru dimulai) malam ini, karena apa yang kita lakukan hari ini, pada pemilihan kali ini dan pada saat yang menentukan ini, telah mendatangkan perubahan bagi Amerika.

Beberapa waktu lalu, saya menerima telepon ucapan selamat yang luar biasa dari Senator (John) McCain.

Senator McCain sudah melewati perjuangan yang panjang dan sulit selama kampanye. Dan, dia bahkan sudah berjuang lebih lama dan lebih sulit demi bangsa yang dia cintai. Dia sudah lama berkorban bagi Amerika, lebih dari yang kita bayangkan selama ini. Kita menjadi lebih baik berkat pengabdian pemimpin yang pemberani dan tidak egois itu.

Saya mengucapkan selamat kepadanya (McCain); juga kepada Gubernur (Sarah) Palin atas seluruh pencapaian mereka. Dan, saya berharap bisa bekerja sama dengan mereka dalam beberapa bulan ke depan untuk bersama-sama memperbarui janji bangsa ini.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada partner yang selalu mendampingi saya dalam perjalanan ini, seorang pria yang berkampanye dari dalam hatinya, dan berbicara atas nama kaum pria serta wanita yang tumbuh besar bersamanya di Jalanan Scranton dan berkendara bersamanya di kereta jurusan Delaware, wakil presiden terpilih AS, Joe Biden.

Dan saya tidak akan berdiri di sini malam ini tanpa dukungan terus-menerus dari sahabat saya selama 16 tahun terakhir, batu karang keluarga kami, cinta dalam hidup saya, first lady bangsa ini berikutnya, Michelle Obama. Sasha dan Malia, saya mencintai kalian lebih dari yang bisa kalian bayangkan. Dan, kalian sudah mendapatkan anak anjing baru yang akan menemani kita di Gedung Putih yang baru.

Dan, meskipun dia sudah tidak lagi bersama kita, saya yakin nenek saya melihat, bersama dengan keluarga yang telah menjadikan saya manusia seperti sekarang. Saya merindukan mereka semua malam ini. Saya tahu bahwa utang saya kepada mereka tidak terhitung lagi.

Saudari saya Maya, Alma, seluruh saudara laki-laki dan saudara perempuan saya, terima kasih banyak atas dukungan yang telah kalian berikan kepada saya. Saya sangat berterima kasih kepada mereka.

Dan kepada manajer kampanye saya, David Plouffe, pahlawan di balik layar yang menciptakan kampanye politik paling hebat, saya rasa, di sepanjang sejarah AS. Kepada chief strategist saya, David Axelrod, yang menjadi mitra di setiap langkah saya.

Kepada tim kampanye terhebat yang pernah ada di sepanjang sejarah politik. Kalian telah menjadikan semuanya nyata dan saya akan selalu berutang budi kepada kalian atas pengorbanan yang telah kalian berikan.

Saya bukanlah kandidat yang paling disukai di sini. Kita tidak memulainya dengan banyak uang atau banyak dukungan. Kampanye kita pun tidak berangkat dari Washington. Melainkan dari halaman belakang Des Moines dan ruang tamu Concord serta serambi depan Charleston. Dibangun oleh pekerja pria dan wanita yang merelakan sebagian tabungan kecil mereka untuk mendonasikan USD 5 (sekitar Rp 54 ribu) dan USD 10 (sekitar Rp 108 ribu) demi kampanye.

Menjadi kuat berkat generasi muda yang mampu menolak mitos, apatis masa kini, serta berani meninggalkan rumah dan keluarga mereka demi melakukan pekerjaan dengan bayaran kecil dan membuat mereka kurang tidur.

Juga dari kalangan yang tidak terlalu muda, yang memberanikan diri menembus dingin dan panasnya udara demi mengetuk satu per satu pintu orang asing, dan dari jutaan warga Amerika yang menjadi sukarelawan serta mengatur diri sendiri dan membuktikan bahwa dalam dua abad mendatang, pemerintahan yang benar-benar berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat masih akan tetap ada.

Ini adalah kemenangan kalian!

Dan, saya tahu bahwa kalian melakukan semua ini bukan semata-mata untuk memenangkan pilpres. Dan, saya juga tahu, kalian tidak melakukannya untuk saya.

Kalian semua melakukan ini semua karena benar-benar memahami betapa banyaknya tugas yang menanti di depan sana. Bahkan, saat kita merayakan (kemenangan) malam ini, kita semua tahu bahwa tantangan yang akan kita hadapi di masa mendatang adalah yang paling berat -dua perang, planet (bumi) yang berada dalam bahaya, krisis keuangan terburuk sepanjang abad.

Saat kita berdiri di sini malam ini, kita juga tahu bahwa sebagian warga Amerika yang pemberani sedang berjaga di padang gurun Iraq dan pegunungan Afghanistan, mempertaruhkan nyawa mereka untuk kita.

Juga ada ibu-ibu dan bapak-bapak yang selalu terjaga saat anak-anak mereka tertidur, dan pusing memikirkan cara membayar utang mereka atau membayar biaya berobat atau menyisihkan uang demi biaya pendidikan anak-anak mereka.

Ada semangat baru yang harus dimanfaatkan, lapangan pekerjaan baru yang harus diciptakan, sekolah-sekolah baru yang harus dibangun, ancaman yang harus dihadapi, dan perserikatan yang harus diperbaiki.

Jalan yang terbentang di depan kita masih panjang. Yang kita panjat akan curam. Kita tidak akan bisa mencapainya dalam waktu satu tahun atau satu periode sekalipun. Tapi, Amerika, saya belum pernah seyakin malam ini bahwa kita akan mencapainya.

Saya berjanji kepada Anda sekalian, kita semua sebagai rakyat akan mampu mencapainya.

Akan terjadi pengulangan kembali dan awal yang salah. Akan ada banyak orang yang tidak setuju dengan keputusan atau kebijakan yang saya tentukan sebagai presiden. Dan, kita semua tahu bahwa pemerintah tidak bisa selalu menyelesaikan masalah.

Tapi, saya akan selalu jujur kepada Anda semua tentang tantangan apa pun yang kita hadapi. Saya akan mendengarkan Anda semua, terutama saat kita berbeda pendapat. Dan, di atas semuanya itu, saya akan mengajak Anda semua bekerja sama membenahi bangsa ini. Sistem yang baru sekali diterapkan di Amerika selama 221 tahun -blok demi blok, bata demi bata.

Apa yang sudah dimulai 21 bulan lalu di musim dingin yang mencekam tidak bisa berakhir begitu saja di suatu malam musim gugur ini.

Kemenangan ini bukanlah perubahan yang kita cari. Ini hanyalah kesempatan bagi kita untuk mewujudkan perubahan itu. Dan itu tidak akan pernah terjadi jika kita kembali mencontoh masa lalu.

Semua ini tidak akan terjadi tanpa kalian, tanpa semangat pengabdian baru, semangat pengorbanan baru.

Jadi, marilah kita menghimpun semangat patriotisme baru, tanggung jawab baru, di mana masing-masing dari kita seharusnya memutuskan untuk tampil bersama dan bekerja lebih keras dan tidak hanya memedulikan diri sendiri, tapi juga orang lain.

Yang harus diingat-ingat adalah bahwa krisis finansial ini mengajarkan kita untuk tidak perlu memanjakan Wall Street, sementara Main Street menderita.

Di negara ini, kita jatuh dan bangun bersama sebagai satu negara, sebagai suatu masyarakat. Marilah kita menolak godaan untuk kembali jatuh pada paham partisan dan kepicikan dan kekanak-kanakan yang sudah meracuni politik kita sekian lama.

Marilah kita mengingat bahwa manusia dari negara inilah yang kali pertama membawa banner Partai Republik ke Gedung Putih, partai yang dibangun di atas nilai-nilai kepercayaan diri dan kebebasan individu dan persatuan nasional.

Itu adalah nilai-nilai yang bisa kita bagikan. Sementara Partai Demokrat merasakan kemenangan besar malam ini, itu semua dicapai dengan kerendahan hati dan tujuan untuk membalut perpecahan yang menghambat kita untuk maju.

Seperti yang dikatakan Lincoln kepada sebuah negara yang jauh lebih terpecah belah dari kita, kita bukanlah musuh, tapi teman. Meskipun hati bisa terluka, tapi jangan sampai mematahkan semangat kita dan persaudaraan kita.

Dan bagi seluruh rakyat Amerika yang dukungannya belum saya dapatkan, atau yang mungkin suaranya tidak mengantarkan saya pada kemenangan malam ini, saya tetap mendengarkan seruan Anda. Saya membutuhkan bantuan Anda. Bagaimanapun, saya tetap akan menjadi presiden Anda.

Dan bagi semua orang yang menyaksikan pidato malam ini jauh dari wilayah kami, dari parlemen dan istana, juga bagi mereka di sudut bumi yang hampir terlupakan dan mendengar pidato ini dari radio, kisah kami tetap tunggal, tapi nasib kita ditanggung bersama dan fajar baru kepemimpinan Amerika sudah ada di tangan kita.

Bagi mereka yang ingin menghancurkan dunia: Kami akan mengalahkan kalian! Bagi mereka yang mencintai perdamaian dan keamanan: Kami akan mendukung kalian! Bagi mereka yang membayangkan bahwa mercusuar Amerika masih menyala dengan terang: Malam ini kami kembali membuktikan bahwa kekuatan sejati negara ini datang bukan dari militer atau kekayaan, tapi dari kekuatan idelisme kita yang terus hidup. Yakni, demokrasi, liberti, kesempatan, dan harapan tanpa akhir.

Fakta cemerlang tentang Amerika adalah bahwa Amerika bisa berubah. Persatuan kita bisa disempurnakan. Apa yang sudah kita capai hingga sekarang memberikan semangat kepada kita bahwa kita bisa mencapai masa depan.

Pilpres kali ini memiliki sangat banyak kisah dan kejadian perdana yang bakal terus dikenang dari generasi ke generasi. Tapi, satu yang terlintas di benak saya adalah seorang perempuan yang mencoblos di Atlanta. Dia sebenarnya sama dengan jutaan pemilih lain yang berdiri di baris antrean dan ingin suaranya didengar lewat pilpres. Tapi, satu yang membedakannya dengan yang lain. Yakni, bahwa Ann Nixon Cooper sudah berumur 106 tahun.

Dia dilahirkan satu generasi setelah perbudakan berakhir: saat tidak ada mobil atau pesawat; saat seseorang seperti dia tidak bisa memberikan suaranya karena dua alasan. Karena dia perempuan dan karena warna kulitnya.

Dan malam ini, saya berpikir bahwa dia sudah melewati banyak hal selama seabad di Amerika - sakit hati dan harapan; perjuangan dan progresnya; masa-masa di mana kita diklaim tidak bisa, dan orang-orang yang dipaksa meyakini iman Amerika: Ya kita bisa!

Pada suatu masa, saat suara perempuan tidak dianggap dan harapan-harapan mereka dihapuskan, dia hidup untuk mereka, berdiri dan menyuarakan aspirasi mereka, dan berusaha mendapatkan hak pilih. Ya, kita bisa!

Ketika ada keputusasaan dan depresi di negeri ini, dia melihat sebuah bangsa yang mampu mengalahkan ketakutannya sendiri lewat kesepakatan baru, lapangan pekerjaan baru, tujuan baru. Ya, kita bisa!

Saat bom jatuh di pelabuhan kita dan tirani mengancam dunia, dia berada di sana menyaksikan sebuah generasi tumbuh menjadi besar dan menyelamatkan demokrasi. Ya, kita bisa!

Dia berada di sana demi bus-bus Montgomery, selang air di Birmingham, jembatan di Selma, dan pengkhotbah dari Atlanta yang selalu mengatakan kepada orang lain bahwa "Kita akan melewatinya." Ya, kita bisa!

Manusia berhasil mendarat di bulan, tembok Berlin berhasil dirobohkan, dunia disatukan oleh ilmu pengetahuan dan imajinasi kita sendiri.

Dan tahun ini, dalam pilpres kali ini, dia menyentuhkan jarinya di layar dan menentukan pilihan. Sebab, setelah 106 tahun di Amerika, melewati masa-masa sulit dan gelap, dia tahu benar bahwa Amerika bisa berubah. Ya, kita bisa!

Amerika, kita sudah menempuh perjalanan sejauh ini. Kita sudah banyak melihat. Tapi, masih lebih banyak tugas yang harus kita lakukan. Jadi, malam ini, marilah kita bertanya kepada diri sendiri apakah anak-anak kita masih bisa tetap hidup hingga abad yang akan datang. Jika saja anak-anak perempuan saya bisa seberuntung Ann Nixon Cooper dan berumur panjang, perubahan apa yang akan mereka lihat? Progres seperti apa yang kita buat?

Ini adalah kesempatan kita untuk menjawab panggilan itu. Inilah saatnya.

Masanya sudah tiba, untuk membuat rakyat kita kembali bekerja dan membuka kesempatan bagi anak-anak kita. Untuk mengembalikan kemakmuran dan menjunjung perdamaian. Untuk meraih kembali mimpi Amerika dan menegaskan bahwa kebenaran yang sejati, di antara banyak yang lain, adalah kita semua satu. Sambil kita bernapas, kita pun berharap.

Dan, saat kita dihadapkan pada kesinisan dan keraguan dan orang-orang yang mengatakan bahwa kita tidak bisa, kita akan menjawab semua itu dengan iman dan keyakinan yang didapat dari semangat semua orang: Ya, kita bisa!

Terima kasih. Tuhan memberkati Anda sekalian. Dan, semoga Tuhan juga memberkati United States of America!

Inilah pidato pertama Barack Obama sebagai presiden AS terpilih yang dia sampaikan di Grant Park, Chicago, Illinois, Selasa malam (4/11) atau Rabu pagi waktu Jakarta (5/11) seperti dirilis lengkap di CNN.com.

Dan sumber terjemahan ini dari Jawa Pos, Kamis,06 November 2008

 
  Biografi Singkat Barack Obama: Presiden Amerika Serikat Ke-44
Proses pemilihan presiden di Amerika adalah sebuah drama politik yang melelahkan, lahir dari sejarah 200-an tahun, dan menjadi “buku panduan” bagi pemilihan presiden negara-negara lainnya. Dan hasilnya, mau tak mau diakui, akan berpengaruh bagi hidup banyak warga bangsa lainnya (antara lain: perang, terorisme, krisis finansial & teknologi yang berasal dari AS ). Namun ada yang membedakan proses tahun ini dibandingkan periode-periode sebelumnya. Tahun ini, pemilihan presiden Amerika Serikat menjadi semakin populer dan ikut diperhatikan oleh banyak orang dari berbagai golongan dan kelas: dari warga anak kecil di Kenya sampai tante-tante di Tegal, dari Hawai sampai Munich . Pemicunya adalah kandidat bernama Barack Obama. Obama bagi banyak golongan adalah simbol sekaligus cermin dan juga fenomena.

Obama adalah manusia abu-abu, lahir dan besar dalam persimpangan budaya yang membuatnya kesulitan mencari jatidiri di awal masa hidupnya. Anak dari seorang Kenya berkulit hitam legam dan ibu Amerika berkulit seputih susu, dibesarkan secara sederhana dalam budaya kulit putih namun memilih untuk mengidentifikasi dirinya sebagai seorang laki-laki kulit hitam. Sejak kecil hanya bermimpi menjadi pemain basket profesional di NBA, dan berlabuh menjadi politisi papan atas. Sebuah biografi yang tak lazim bagi seorang kandidat presiden Amerika (dimana kecurigaan dan luka akibat politik diskriminasi warna kulit dimasa lalu belum hilang sama sekali), sekaligus biografi yang menginspirasi banyak orang.
Keabu-abuan ini sempat menjadikan Obama sebagai sasaran tembak lawan politiknya, dari tuduhan Obama adalah muslim, Obama tidak lahir di tanah Amerika sampai Obama adalah sosialis. Namun kejelian Obama dalam memanfaatkan biografi dirinya sebagai bukti kehebatan demokrasi di AS (Obama sering mengungkapkan: “apa yang bisa saya capai hanya bisa terjadi di negara ini, tidak di manapun”), kemampuannya memahami keinginan publik serta memformulasikan mantra perubahan dalam cara berpolitik membuatnya bisa mengarungi kerasnya jagat politik di AS. Muncul sebagai kandidat terpilih dari Partai Demokrat dengan terlebih dahulu merontokkan mesin politik kelas kakap milik dinasti Clinton, setelah pertarungan panjang dan melelahkan selama 8 bulan.
Kampanye melawan kandidat Partai Republik, John McCain, jelas bukan hal yang mudah baginya. McCain adalah figur pahlawan AS, seorang veteran perang dari keturunan pembesar Angkatan laut AS (ayah dan kakek McCain adalah admiral), pernah mendekam dipenjara Vietkong dan menerima siksaan komunis Vietnam selama lima tahun. Obama yang relatif jauh lebih muda (47 tahun, Mc Cain 72 tahun) dan minim pengalaman politik (McCain telah menjadi anggota konggres AS sejak 26 tahun lalu). Namun sekali lagi Barack Obama berhasil melalui tantangan didepannya.

Strategi kampanye Obama sejak awal telah mengubah peta dan strategi politik di AS. Kemampuannya mengeksploitasi teknologi dengan memaksimalkan potensi internet dan telepon selular sebagai basis jaringan kampanyenya menjadikannya sebagai kandidat dengan total sumbangan kampanye terbesar sepanjang masa ( 600-an Juta Dolar). Organisasi lapangan yang rapih, efisien dan tanpa lelah menjadikan Obama sebagai kandidat dengan perolehan suara terbesar sepanjang masa. Ia mampu mengubah daerah yang secara tradisional selalu berpihak pada partai musuhnya mengubah haluan. Kemampuannya menampilkan citra pembaharu menginspirasi kaum muda serta menjadikan McCain layaknya tokoh tua yang mulai pikun. Kelihaiannya mengeksploitasi krisis finansial dan kemerosotan ekonomi AS di dunia menjadi senjata yang mematikan yang melumpuhkan John McCain. Pembawaan yang kalem dan matang juga membuat pengalaman dan status pahlawan yang disandang McCain seolah lenyap begitu saja.
Rakyat Amerika telah memilih dan mempercayai seorang presiden kulit hitam pertama dalam sejarah mereka. Barack Obama menjadi presiden ke-44 Amerika Serikat, menjadi pemimpin negara adidaya tunggal yang sedang dirongrong krisis ekonomi dan perang yang tak berkesudahan. Obama mengakhiri kampanye panjangnya selama 22 bulan sebagai pemenang. Seorang tokoh yang lahir dalam persimpangan budaya dunia telah muncul, dan dunia akan menantikan sejauh apa pencapaiannya.

Sumber: http://kata-kata.com/2008/11/05/barack-obama-presiden-amerika-serikat-ke-44/

 
  Jumlah Pemilih AS Sangat Besar dalam Pemilihan Presiden Bersejarah
Jutaan pemilih mencoblos hari Selasa pada pemilihan Presiden bersejarah antara calon Partai Demokrat Barack Obama dan John McCain dari partai Republik.

Jumlah pemilih di laporkan sangat besar di banyak TPS.
Jika Obama terpilih, ia akan menjadi Presiden Amerika keturunan Afrika yang pertama. Jika McCain terpilih, ia akan menjadi pria tertua yang terpilih untuk masa jabatan pertama pada usia 72 tahun. Wakilnya Sarah Palin akan menjadi wakil presiden perempuan yang pertama.
McCain tetap optimis ia bisa meraih kemenangan meskipun berbagai jajak-jajak pendapat menunjukkan Obama unggul secara nasional, dan di beberapa negara bagian yang memilih Presiden George Bush pada tahun 2004.
Sebagai seorang Demokrat, Obama memperoleh peluang besartahun ini, karena begitu banyaknya pemilih yang kecewa pada Presiden dari Partai Republik itu dan keprihatinan mengenai ekonomi.
Dalam upaya McCain untuk menjadi orang Partai Republik berikutnya di  Gedung Putih itu, ia telah berupaya menjauhkan diri dari presiden yang tidak populer itu. Presiden Bush sudah memegang jabatan 2 periode dan menurut konstitusi tidak diperbolehkan mencalonkan diri lagi.
Para pemilih Amerika juga mengalami kesulitan memberikan suara di lokasi TPS-TPS yang ramai, saat petugas mempersiapkan munculnya jumlah pemilih yang sangat besar.
Para pemilih mendapati antrian panjang di negara bagian Virginia, dimana persaingan antara calon Presiden Partai Demokrat, Barack Obama dan calon Partai Republik, John McCain sangat ketat.
Orang-orang menunggu sampai 2 jam untuk memberi suara mereka di satu TPS, selagi petugas TPS sibuk melayani gelombang pemilih di pagi hari. Di lokasi lainnya antrian mencapai 180 meter.
Masalah-masalah kecil pada mesin pemungutan suara dilaporkan di negara bagian Florida yang bersaing ketat. Antrian diperkirakan tidak terlalu panjang di negara bagian itu karena 40 % dari pemilih yang terdaftar sudah memberikan suara mereka, baik dengan menggunakan surat suara yang dikirim lewat pos atau memberi suara lebih awal.
Di bagian kota New York yang sebagian besar Demokrat, pemilih antri sampai satu blok. Pejabat lokal mengatakan antrian itu yang terpanjang yang pernah ia saksikan di TPSnya. Obama diperkirakan menang besar di negara bagian itu.

Sumber: http://voanews.com/indonesian/2008-11-04-voa11.cfm

 
  Barack Obama, Warga AS Keturunan Afrika Pertama Terpilih Sebagai Presiden
Barack Obama telah terpilih sebagai presiden Amerika Serikat keturunan Afrika yang pertama.

Senator partai Demokrat itu membuat sejarah setelah meraih lebih 270 suara elektoral yang dibutuhkan untuk memenangkan Gedung Putih. Presiden terpilih itu meraih 338 suara elektoral dibandingkan dengan 159 suara elektoral yang diraih saingannya dari partai Republik, Senator John McCain.
Ratusan ribu pendukung mencucurkan air mata dan bersorak-sorai kegirangan di kota tempat tinggal Obama di Chicago setelah jaringan-jaringan televisi mengumumkan berita tersebut.
Presiden terpilih itu kemudian berjalan ke atas panggung dengan istrinya dan dua putri mereka untuk berpidato di hadapan pendukung yang bersorak-sorai, banyak yang melambai-lambaikan bendera. Obama mengatakan kepada hadirin – dalam kata-katanya- “pada saat yang menentukan ini, perubahan telah datang ke Amerika”. Dia mengatakan pemilihan ini membuktikan bahwa Amerika adalah sebuah tempat dimana segala sesuatu mungkin terjadi.
Obama menghimbau negara agar bersatu dan memperingatkan bahwa negara sedang menghadapi tantangan-tantangan hebat. Tetapi presiden terpilih itu mengatakan dia berharapan karena “fajar baru kepemimpinan Amerika sudah tiba.”

Sumber: http://voanews.com/indonesian/2008-11-05-voa1.cfm

 
  Warga dan Pemimpin Dunia Perlihatkan Dukungan bagi Kemenangan Obama
Orang-orang di seluruh dunia, dari warga biasa sampai ke pemimpin dunia, memperlihatkan dukungan bagi kemenangan Barack Obama yang keturunan Afrika dalam pemilihan presiden Amerika.

Di kota asal nenek moyang almarhum ayah Obama, Kogelo, Kenya, warga desa saling berpelukan dan mengepalkan tinju mereka ke udara ketika kemenangan senator partai Demokrat itu diumumkan. Presiden Kenya Mwai Kibaki menyatakan hari Kamis sebagai hari libur nasional untuk menghormati kemenangan Obama.
Presiden Afrika Selatan, dan Ketua Masyarakat Perkembangan Afrika Selatan, Kgalema Motlanthe, hari ini mengatakan daerah itu bangga atas pencapaian Obama dan mengharapkan terjalinnya hubungan yang memberikan hasil yang baik.
Ketua Komisi Eropa, Jose Manuel Barroso, menyampaikan ucapan selamat dan mengungkapkan harapan bagi apa yang disebutnya “pernjanjian baru untuk dunia yang baru.”
Presiden Perancis Nicolas Sarkozy juga menyampaikan ucapan selamat, sementara para pengunjung kafe-kafe di Paris meneriakkan slogan Obama “Yes, We Can”(Ya, Kita Bisa) dalam bahasa Perancis.

Sumber: http://voanews.com/indonesian/2008-11-05-voa2.cfm

 
  Keamanan Obama Superketat
WASHINGTON (SINDO) – Tantangan dalam pemerintahan baru Barack Obama nanti bukan hanya masalah ekonomi dan Perang Irak,tapi juga keamanan sang presiden sendiri.

Obama telah membuat sejarah dengan menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) kulit hitam pertama dalam 232 sejarah Negeri Paman Sam. Karena itu pula agen keamanannya kini mendapatkan tantangan terberat sepanjang sejarah untuk melindungi presiden terpilih dari Partai Demokrat itu.

Bahkan 18 bulan sebelum Pemilihan Presiden AS pada Selasa (4/11), sejak Mei 2007 badan rahasia AS, US Secret Service (USSS), telah melaksanakan perlindungan terhadap Obama. Itu merupakan standar keamanan paling dini untuk seorang kandidat presiden.

Ras menjadi alasan utama mengapa Obama saat ini mendapat perlindungan keamanan superketat. Juga karena menjadi orang kulit hitam pertama sebagai panglima tertinggi di Gedung Putih, Obama menghadapi tantangan keamanan lebih besar daripada para pendahulunya. Apalagi sebelumnya terungkap beberapa rencana pembunuhan terhadap Obama.

Pekan lalu, ancaman pembunuhan kepada Obama dilakukan dua warga kulit putih, Danie Cowart, 20, dan Paul Schlesselman, 18.Wajar jika saat ini Obama dan keluarganya mendapatkan pengawalan sangat ketat dari agen keamanan.

Para pengamat menyatakan, Obama sangat mungkin menghadapi beberapa rencana pembunuhan lagi. Wakil presiden terpilih Joe Biden beserta keluarganya juga mendapatkan pengamanan 24 jam oleh agen-agen bersenjata lengkap dari USSS. USSS merupakan bagian Departemen Keamanan Dalam Negeri AS yang bertugas memberikan perlindungan kepada presiden dan para kandidat presiden.

Pesaing Obama pada pencalonan presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, ber-tahuntahun mendapatkan pengamanan dari USSS karena status dirinya sebagai istri mantan Presiden AS. Salah satu wujud pengamanan ketat terhadap Obama yang dapat dilihat pada masa kampanye adalah podium yang dilindungi kaca antipeluru. Ini merupakan kampanye pertama kali dengan pengamanan canggih.

”Perubahanperubahan yang terjadi di pemerintahan mengharuskan banyak perencanaan operasional bagi misi pengamanan beserta pelaksanaannya,” kata juru bicara USSS Ed Donovan. Namun Donovan tidak menjelaskan bentuk peningkatan pengamanan pascapemilu.

”Tentu kita melakukan penyesuaian. Tapi untuk saat ini kami telah mengantisipasi setiap kejadian tidak terduga,” katanya. Di AS, saat ini terdapat lebih dari 200 juta senjata api legal yang dimiliki warganya dan setiap tahun sekitar 30.000 orang tewas karena ditembak. Di AS pula,empat presiden yang sedang menjabat tewas terbunuh, sedangkan dua lainnya terluka dalam percobaan pembunuhan.

”Pengamanan bagi Obama akan sangat unik dan penuh tantangan,” kata Fred Burton, wakil presiden untuk urusan kontraterorisme di kantor analisis intelijen geopolitik Stratfor. Menurut Burton,ancaman keamanan dan berbagai tantangan menyangkut pengamanan Obama sangat sulit.

”Akan banyak sumber daya dan analisis taktis untuk menjauhkan dirinya dari orangorang yang berniat buruk,”kata Burton, mantan agen USSS yang baru menerbitkan laporan Stratfor tentang masalah pengamanan Obama. Burton yakin agen-agen intelijen telah menyusup ke kelompok-kelompok kulit putih rasis.

Termasuk kelom- pok-kelompok yang pendukungnya dituduh terlibat dalam pembunuhan pejuang hak asasi manusia seperti Martin Luther King Jr, Malcolm X, dan Medgar Evers. Evers tewas ditembak pada 1963 oleh seorang anggota Ku Klux Klan,kelompok supremasi kulit putih yang di laman mereka pekan ini memunculkan klip video berisi peringatan terhadap pemerintahan Obama.

Obama awal tahun ini kepada The New York Times mencoba menenangkan kekhawatiran publik mengenai keselamatan jiwanya. ”Saya telah mendapatkan pengamanan terbaik di seluruh dunia,”katanya.Dia juga berkali- kali mengatakan kepada para pendukungnya untuk berhenti mengkhawatirkan keselamatannya.

Presiden terpilih itu kemarin menerima penjelasan singkat pertama mengenai berbagai informasi intelijen paling rahasia. Satu tim pemberi penjelasan intelijen telah ditunjuk dan siap mendiskusikan dengan Obama tentang penjelasan singkat kepresidenan. Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) Michael Hayden mengatakan, Direktur Intelijen Nasional (DNI) Michael McConnell akan memimpin pelaksanaan penjelasan singkat tersebut.

Biasanya Presiden AS George W Bush menerima penjelasan singkat intelijen setiap pagi, enam hari sepekan. Intinya mengenai informasi yang sangat sensitif dan berdampak besar pada keamanan AS. Tim pelaksana penjelasan berkumpul setiap malam dalam kelompok kecil yang terdiri atas para analis senior CIA. Mereka memadukan informasi mutakhir yang dikumpulkan dari 16 agen yang merupakan komunitas intelijen.(*)

LAPORAN
ALVIN MASRIFAH& IRAWAN NUGROHO
Washington DC

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/184632/

 
  Asia Sambut Kemenangan Barack Obama
MANILA (SINDO) – Euforia kemenangan Barack Obama dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden Amerika Serikat (AS) Selasa (4/11) masih terasa di Asia.
Sejumlah spanduk bertuliskan “Obama” terpampang mulai dari Kota Beijing, China, hingga Sydney,Australia. Asia larut dalam kegembiraan seperti yang dirasakan pendukung Partai Demokrat di AS. Di Indonesia, mantan teman sekelas Obama,Dewi Asmara Oetojo,mengaku turut berbahagia atas kemenangan politikus dari Demokrat tersebut.

“Ini benar-benar luar biasa.Saya sangat bangga kepadanya (Obama),”tandas Dewi yang juga menjadi anggota legislatif dan sering menyebut Obama dengan sapaan Barry. Pesta kemenangan Obama juga terasa di Filipina.Sekelompok pendukung Partai Demokrat di Filipina merayakan kemenangan Obama di sebuah rumah di Manila.

“Ini memang semarak.Saya tidak percaya bahwa saya sesenang ini,”ungkap Bill Fischelis dari Boston yang berada di Manila. Sementarabeberapawarga Tokyo, Jepang, juga larut dalam kegembiraan atas kemenangan yang diraih Obama.Mereka menyatakan sejumlah harapan di masa mendatang setelah kemenanganObamaitu.

“Saya mendukungObamakarenadia akan menjadi Presiden AS pertama dari keturunan Afrika. Selain itu, dia kelihatannya sosok yang dapat dipercaya,” ungkap Maki Yamakawa,karyawan di sebuah pabrik di Tokyo.

Suasana kemeriahan juga terlihat di Hotel Marriott Renaissance,Beijing,China.Sedikitnya 600 pelajar China, akademisi, dan beberapa pejabat setempat ikut simulasi pemilihan yang diselenggarakan pejabat kedutaan AS di Beijing. Seperti halnya warga AS,mereka juga merasakan bagaimana memberikan hak pilih pada Pemilu AS. Joyce Tu,warga Beijing pro-Obama, mengaku gembira atas terpilihnya Presiden AS berdarah Afrika itu.

Dengan membandingkan pemilu di AS,Joyce mengeluhkan pelaksanaan pemilu di China. “China tidak akan pernah mempunyai seorang presiden dari kelompok minoritas,”ungkap Joyce.“China juga tidak akan pernah mempunyai presiden dari partai nonkomunis selama kami tidak pernah menyelenggarakan pemilu,”imbuhnya.

Sejumlah warga Afghanistan dan pejabat kedutaan besar AS di Kabul melakukan kegiatan nontonbareng untuk mengetahui hasil Pemilu AS di Hotel Serena yang menjadi target peledakan bom pada Januari lalu.

Rafaat, seorang warga Afghanistan yang banyak menghabiskan waktu di AS, menyatakan Obama akan melakukan perubahan terhadap kebijakan Presiden AS George W Bush saat ini. (AFP/Rtr/m ismail)

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/184628/

 
  Barack Obama Sedot Simpati Dunia Arab
Jakarta (ANTARA News) - Barack Obama, tidak hanya sedang berkibar di atas pentas politik Amerika Serikat dalam ajang perebutan kandidat presiden dari Partai Demokrat melawan saingan ketatnya, Hillary Clinton, ternyata juga mampu mendapat tempat tersendiri di hati kalangan dunia Arab.

Jajak pendapat yang dilansir beberapa media massa di dunia Arab menunjukkan bahwa umumnya warga dunia mengidolakan kandidat berkulit hitam asal Afrika itu.

Suratkabar "Al-Anba", misalnya, dalam jajak pendapatnya pada Sabtu akhir pekan lalu menemukan 72,5 persen responden memilih Obama sebagai kandidat favorit.

"Wawasan politik internasional Obama amat luas dan bersikap penuh persahabatan, terutama menyangkut proses perdamaian Timur Tengah. Oleh karena itu, ia sangat layak menjadi presiden AS," kata seorang responden memberi alasan.

Responden lainnya menyatakan keyakinan senada. "Obama bakal dapat memulihkan kembali citra AS di mata dunia Arab, yang tercoreng di masa pemerintahan (Presiden George W) Bush," katanya.

Majalah mingguan "Al-Usbuu" dalam jajak pendapat serupa menunjukkan 68 persen responden menyatakan mendukung Obama.

"Maju terus Obama, kami berada di belakangmu," tulis Ilham Salim di laman internet "Al-Arabiya.net" mengomentari kemenangan Obama di negara bagian South Carolina, Georgia, Alabama pekan silam.

Sementara itu, para analis politik di Timteng umumnya berpendapat bahwa dunia Arab mengingkan Partai Demokrat tampil mengambil alih kekuasaan AS menggantikan pemerintahan Partai Republik pimpinan Presiden Bush.

Montaser Abdel Hameed, peneliti masalah hubungan Arab-AS memandang Obama sebagai tokoh yang dapat menghidupkan kembali proses perdamaian Timur Tengah.

"Obama dipandang oleh dunia Arab sebagai tokoh yang dapat menyatukan kembali hubungan AS-Timur Tengah yang sangat amburadul di masa pemerintahan Bush," katanya dalam wawancara dengan "Al-Anba", Kamis silam.

Adapun pengamat politik dan kolomnis kesohor Mesir, Salama A Salam, dalam kolom khususnya di suratkabar "Al-Ahram Weekly", Minggu (10/2), mengatakan,

"Negara-negara Arab, yang meyakini prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan yang sama seperti warga AS, tidak akan memaafkan pemerintahan Bush atas kesalahan-kesalahan yang bertentangan dengan budaya dan tradisi mereka (AS) sendiri," tulis Salama.


Bush memicu bencana

Menurut wartawan yang beralih profesi sebagai pengamat itu, pemerintahan Bush telah memicu perang antara Islam dan Barat. Ia (Bush) menjadikan Islam sebagai musuh pilihannya, dan lebih jauh lagi melancarkan invasi dan menduduki Afghanistan dan kemudian Irak.

Selain itu, Salama juga menilai AS mendukung Israel dalam invasinya ke Lebanon, dan bersekongkol dengan negeri Yahudi untuk menghukum dan memecah-belah rakyat Palestina.

"Kebanyakan dunia Arab berpendapat, tidak penting apakah Obama atau Hillary yang menang. Yang penting adalah bukan dari Partai Republik yang akan melanjutkan kebijakan pemerintahan Bush," tulisnya.

Pemerintahan Bush, di mata Salama A Salam, sejauh ini benar-benar berhasil merubah krisis menjadi bencana, merujuk kepada krisis politik di Pakistan dan Kenya, di samping masalah Arab-Israel.

"Lihat itu di Pakistan, (mantan PM Benazir) Bhutto dibunuh dibunuh tak lama setelah tercapainya saling-pengertian dengan pemerintahan Bush. Sementara di Kenya, pemerintah Bush menyatakan berada di belakang Presiden Kibaki, dan perang saudara pun muncul," katanya.

Hasil sementara pemilihan pendahuluan ini Obama dilaporkan meraih kemenangan telak dari rival politiknya, Hillary, dalam pemilihan pendahuluan pekan lalu.

Obama dalam pemilihan pendahuluan tersebut meraih kemengan di Virginia, Maryland, dan Washington DC, Selasa.

"Kita menang di Maryland, kita menang di Virginia. Dan, meskipun kita menang di Washington DC, langkah ini tidak akan berhenti sampai terjadi perubahan di Washington DC," kata Obama di hadapan pendukungnya.

Kemenangan Obama dalam pemilihan pendahuluan itu membuat pamor senator asal Illinois itu meningkat di mata publik AS, dan mulai dielus-elus untuk dihadapkan dengan kandidat kuat dari Partai Republik John McCain.

Dalam jajak pendapat yang dilansir oleh Associated Press-Ipsos memperlihatkan Obama unggul tipis atas McCain jika mereka berhadapan pada pemilu nasional November mendatang.

"Kami merebut pemilih yang tidak memberi tempat kepada Partai Demokrat kesempatan di masa lalu," kata Cornell Belcher, penyelenggara jajak pendapat untuk Obama, merujuk dukungan dari kalangan independen.

Obama menyapu bersih delapan kemenangan berturut-turut, suatu kesempatan emas bagi Obama untuk unjuk gigi.

Kemenangan Obama ini menimbulkan kepanikan di pihak Hillary Clinton.

Kepanikan itu terlihat pada Minggu (10/11) ketika Hillary terpaksa mengganti manager kampanye menyusul semakin ketatnya persaingan melawan Obama.

Senator Illinois dan mantan ibu negara itu kini bersiap-siap untuk bertarung sengit di Texas dan Ohio pada Maret mendatang.

Kedua kandidat separtai itu tengah bertarung memperebutkan delegasi super (superdelegates), yakni para fungsionaris partai dan pejabat negara bagian yang tidak terikat pada kandidat mana pun dan bebas memilih sesuai keinginan mereka.

Kubu Obama menginginkan agar para delegasi super mendengarkan aspirasi pemilih, sedangkan kubu Hillary menghendaki delegasi super tetap memilih sesuai keinginan mereka.

Kedua kandidat Demokrat itu kini bersaing ketat, di mana Obama telah meraih 1.144 delegasi, sementara Hillary memperoleh 1.138 delegasi.

Untuk maju ke panggung sesungguhnya melawan kandidat Republik pada pemilihan nasional pada 4 November nanti, capres Demokrat harus merebut 2.025 delegasi. (*)

Ditulis oleh Munawar Saman Makyanie

Sumber:http://www.antara.co.id/arc/2008/2/15/barack-obama-sedot-simpati-dunia-arab/

 
  Penjualan Buku Tentang Obama Laku Keras
indosiar.com, Medan - Sisi lain dalam menyikapi kemenangan Barack Obama dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat. Rasa penasaran terhadap Presiden berkulit hitam pertama dinegara adidaya itu ternyata mendorong masyarakat Medan berlomba - lomba untuk memiliki buku tentang sosok Obama.

Sejak sepekan terakhir jumlah pengunjung toko buku di Jalan Gajah Mada, Medan terus meningkat. Rata - rata tujuan pengunjung adalah untuk mencari buku tentang sang Presiden Amerika Serikat terpilih Barack Obama. Ketertarikan terhadap Barack Obama sangat kuat selain karena merupakan keturunan Afrika pertama yang menjadi Presiden negara adidaya juga karena sang Presiden terpilih pernah tinggal dikawasan Menteng, Jakarta.

Menurut pengelola toko buku penjualan 10 judul buku tentang Presiden bernama lengkap Barack Hussein Obama atau dikenal sebagai Berry Sutoro meningkat tajam hampir mencapai angka 1000 examplar. (Edi Iriawan/Dv).

Sumber
http://www.indosiar.com/news/fokus/76685/penjualan-buku-tentang-obama-laku-keras

 

Arsip
November 2008 /


Powered by Blogger

Berlangganan
Postingan [Atom]